Sunday, July 26, 2009

Museum Affandi

Museum Affandi berada di Jalan Laksda Adi Sucipto 167, Yogyakarta. Jalan ini juga terkenal dengan sebutan Jalan Solo karena menghubungkan dua kota besar, yaitu Yogyakarta dan Solo. Museum yang terletak di sebelah barat Sungai Gajah Wong ini memiliki area seluas 3500 are yang terdiri dari museum itu sendiri dan bangunan yang dulunya merupakan rumah Affandi. Bentuk permukaan tanah yang tidak lazim memberikan inspirasi kepada Affandi untuk merancang bangunan yang unik dan lingkungan yang mengitarinya. Hasilnya, sebuah lingkungan terpadu yang sangat unik hasil dari rancangan Affandi sendiri.

Galeri I diselesaikan pada tahun 1962 dan digunakan sebagai aula pertunjukkan hasil karya beliau yang cukup besar. Galeri I ini secara resmi diresmikan pada tahun 1974 oleh Prof. Ida Bagus Mantra yang saat itu menjabat sebagai Direktur Kebudayaan Umum. Galeri I memiliki bentuk yang unik. Tidak seperti museum biasanya, Galeri I Museum Affandi ini sangat sederhana tetapi mengandung citarasa seni yang tinggi. Apalagi di dalamnya terdapat hasil karya Affandi yang legendaris.

Pada tahun 1987, Presiden Soeharto memberikan bantuan pembangunan Galeri II seluas 351,5 are. Lalu pada tanggal 9 Juni 1988, Galeri II ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof. Dr. Fuad Hassan. Arsitektur Galeri II ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan arsitektur Galeri I, dan akhirnya arsitektur inilah yang nantinya digunakan sebagai arsitektur khas kawasan Museum Affandi. Galeri II ini berisi hasil karya Affandi beserta pelukis terkenal lainnya.

Sebagai bagian dari komplek museum, rumah milik Affandi memiliki atap berbentuk daun pisang, sama seperti galeri-galeri sebelumnya. Rumah yang memiliki dua lantai ini sebagian besar terbuat dari kayu. Lantai atas merupakan kamar pribadi Affandi. Sebagai tambahan, lantai bawah digunakan sebagai tempat bersantai dan juga terdapat garasi. Menikmati suasana alami dari lantai bawah ini merupakan kenyamanan tersendiri. Suasana santai yang berbeda dengan lingkungan artistik yang penuh dengan sentuhan seni.
Galeri III dibangun oleh Yayasan Affandi dan berhasil diselesaikan pada tahun 1999. Galeri ini kemudian diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Mei 2000.Galeri ini didirikan untuk memenuhi permintaan terakhir Affandi yang ingin memiliki tempat yang cukup untuk menyimpan hasil kerja dan seluruh koleksinya. Arsitekturnya pun tidak jauh berbeda dengan bangunan-bangunan sebelumnya -- memiliki atap berbentuk daun pisang.


Jadwal Kunjungan:
Hari Senin - Minggu
Buka pukul : 10.00 - 16.00
Hari libur nasional: Tutup


source : http://www.affandi.org

Sunday, June 14, 2009

Pulau Komodo


Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah barat Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape.

Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Tahun 2008, di pulau ini hanya terdapat sedikitnya 1200 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca sehingga jumlah mereka keseluruhan menjadi sekitar 2500 ekor.

Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.


Sejarah
Pada tahun 1910 Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari Letnan Steyn va Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan naga menyerupai monster di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh salah satu komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.


source : wikipedia.org

Thursday, April 23, 2009

Tollo' Lendong Pammarrasan

Ini dia neh salah satu masakan ala Toraja,,,, di jamin deh pasti ketagihan. Tollo' Lendong Pammarrasan, dari namanya aja pasti yang dimaksud yaitu Belut (Lendong) yang di masak dengan kluwek (pammarrasan) dicampur dengan bumbu-bumbu seperti bawang putih merah, lada katokkon ( paprika dari Toraja yang pedassssnnnyaa siiiplah), garam, dan daun bawang. Pasti rasanya mantap dah...


Ngomong-ngomong lada katokkon bahasa Indonesianya apa yach?????? :-/ ada yang tahu gak??/


Kalau ada yang sempat jalan atau berwisata ke Toraja, sebaiknya jangan melewatkan salah satu masakan Pantollo'Lendong Pammarrasan, di jamin deh pasti ketagihan.....

Tuesday, April 21, 2009

Pa'piong Cooking Sytle Toraja

Pa'piong cuisine is one of the traditional Toraja origin. Cuisine that is inserted in the bamboo. Indeed, this is weird but unique cuisine from the Toraja. Pa'piong usually contains pork, buffalo meat, meat goldfish but not mixed with each other. Later the meat is mixed with vegetables and spices. To vegetables Toraja people usually call Utan Bulunangko , but can also use young jackfruit fruit or banana stem.

To spice mixed vegetables with salt, ginger, spring onion and chilli. If pork or buffalo meat is usually added to the blood. Overall good mix of meat, which is in small pieces, vegetables, and spices. Once all mixed with the average, and is inserted in the tube-young bamboo tubes that are cut along ruasnya. Furthermore, bamboo is closed / corked with a banana leaf be directly above the fireplace.

Use a wood stove that is rather difficult to burn a cross on the both ends buffer. Wood works for this base is bamboos.

Would like to try it please come to Toraja, stalls in Toraja currently provides a variety of cuisines Pa'piong, and you can also find at the customary festival

Pa'piong Masakan ala Toraja

Pa'piong adalah salah satu masakan tradisional asal Toraja. Masakan yang dimasukkan ke dalam bambu. Memang aneh tapi inilah ke unikan dari masakan Toraja. Pa'piong biasanya berisi daging babi, daging kerbau, daging ikan mas namun tidak dicampur satu dengan yang lain. Nantinya daging tersebut dicampur dengan sayur dan bumbu. Untuk sayurnya biasanya orang Toraja menyebut Utan Bulunangko atau sayur bayana, tapi bisa juga menggunakan buah nangka muda atau batang pisang.

Untuk bumbu sayur dicampur dengan garam, jahe, daun bawang dan cabe. Jika daging babi atau daging kerbau biasanya ditambahkan darahnya. Semuanya dicampur baik daging,yang sudah di potong kecil, sayur, dan bumbu. Setelah semuanya tercampur dengan rata, lalu dimasukkan ke dalam tabung-tabung bambu muda yang sudah dipotong sepanjang ruasnya. Selanjutnya, bambu ditutup/disumbat dengan remasan daun pisang lalu dibakar langsung di atas perapian.

Perapian menggunakan sebuah kayu yang agak sulit terbakar dibentangkan melintang yang kedua ujungnya ditopang. Kayu ini berfungsi untuk menyandarkan bambu-bambu tersebut.

Mau mencoba silahkan datang aja ke Toraja, warung-warung di Toraja saat ini menyediakan berbagai macam masakan Pa'piong, dan bisa anda juga temukan di saat pesta adat..




Thursday, February 19, 2009

ORIGIN NAME OF MAKASSAR

Makassar city is relatively young when compared to the historical name of the remote past, penetrate. But you know the value of noble origin and meaning of the name? Three consecutive days of King Tallo-VI Mangkubumi to the Kingdom of Gowa, I Mallingkaang Daeng Mannyonri Karaeng Katangka a trap Tuma'bicara Butta ri Gowa (birth year 1573), a dream to see a shining light emerging from Tallo. Light sheen that is beautiful shine overlooks Butta Gowa and to other friendly countries.

Along the third night, the night of Friday 9th Beginning in Jumadil 1014 H or on 22 September 1605 M. (Darwa Rasyid MS., Current-Year Historical years from South Sulawesi to the XIV Century s XIX, hal.36), on the lips beach Tallo moor a small boat. Screen made of sorban, fly fast. A man appears to tether the his boat, then do strange movements. The man turns to prayer. Light radiated from the body that makes men stagger the population Tallo, which damaged many to discuss to the ears of Karaeng Katangka. Blind in the morning, of rushing to the beach. But suddenly the man is already showing 'off' at the palace gate. Berjubah white with green sorban. Face shade. Whole body emit light.

Man is the hand of the King because the rigid amazed. He was holding hands ago to write the sentence in the hands of "Show this article on the man who soon came together on the beach," the man is away casually. Mightiness surprise. He fumble eyes to make sure he is not dreaming. See the hands of any posts that clearly there. Mightiness Karaeng Katangka ago rushing to the beach. That's right, a man appears to tether the boat, and welcome his arrival.

Short stories, told of her experiences before and shows any posts in their hands on the man. "Happy is the sire. This is a two-sentence confession, "said the man. The man who writes is the Prophet Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam own. Of the Prophet has appeared in Mightiness Affairs.

This is history as impressions origin of the name "Makassar", which is taken from the name "Akkasaraki Nabbiya", meaning the Prophet appeared. The men who landed on the beach Tallo is Abdul Ma'mur Khatib Tunggal known as Dato 'ri Bandang, came from Kota Tengah (Minangkabau, West Sumatra). King of Tallo Mallingkaang I Daeng Manyonri Karaeng Katangka embrace Islam after the title of Sultan and Abdullah Awaluddin Awawul Islam Karaeng Tallo Tumenanga ri Agamana. He is the King who embrace Islam in the South Sulawesi.


Furthermore, penyusuran origin of the name "the" can be reviewed in terms of some, namely:

  1. Meaning. To become a perfect human need "Ampakasaraki", which transform what in mind that the act realized. "Mangkasarak" realize himself as a man with a perfect academic TAO or Tau (science of inner confidence). Not like some people who understood that "Mangkasarak" Caliban is susceptible. In fact people who are resentful of the finer feelings.
  2. History. Sources of Portuguese at the beginning of the century to 16 records have been called "Makassar". Century-16 "the" has become the capital of the kingdom of Gowa. And in the Century was also, as the capital city is known by foreign nations. Even in the lyric to the 14-Nagarakertagama Prapanca essay (1365) has listed the names.
  3. Language. In terms of etymology (Daeng Ngewa , 1972:1-2), derived from the word "Mangkasarak" which consists of two morpheme bundle "mang" and the free morpheme "kasarak". Morpheme bundle "mang" means: a). Have such as nature of the word principle. b). To be or to transform themselves as essentially a word. Morpheme-free "kasarak" contains (meaning: a). Bright, evident, obvious, emphatic. b). Appear from the description. c). Large (small or subtle opponent).

So, the word "Mangkasarak" means having the nature of (noble) and declare (honest). As a name, the person who has the nature or character "Mangkasarak" means the person of (noble), declare (honest). As in the mouth as well as in the liver.

John A.F. Schut in the book "De Volken van Nederlandsch lndie" volumes I that speak : De Makassaren en Boegineezen, states: "proud-like mountains, like the natural majestic, the river's areas in high nan flows fast, fierce unconquerable, especially in the rainy season, water-waterfalls spill boiling, foam, churn, often up to the anger that is not looked anything and anyone-who. but also as rivers, mountains nan calm the violent end he approached the beach. So also the Bugis and Makassar, in quietness can accept what is good and beautiful. "

In the expression "Akkana Mangkasarak", is said overtly, although bitter, filled with courage and sense of responsibility. With the words "Mangkasarak" this can be known that if he was treated well, he better. If treated with the fine, he was more subtle, and if he respected, he will be more respectful.

SEJARAH KOTA MAKASSAR


Awal Kota dan bandar makassar berada di muara sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil di wilayah itu pada penghujung abad XV. Sumber-sumber Portugis memberitakan, bahwa bandar Tallo itu awalnya berada dibawah Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene, akan tetapi pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang, yang bahkan menyerang dan menaklukan kerajaan-kerajaan sekitarnya. Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang, disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan benteng Somba Opu, yang untuk selanjutnya seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar.

Pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI ini didirikan pula Benteng Rotterdam di bagian utara, Pemerintahan Kerajaan masih dibawah kekuasaan Kerajaan Gowa, pada masa itu terjadi peningkatan aktifitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan Internasional, sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Masa ini merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa, namun selanjutnya dengan adanya perjanjian Bungaya menghantarkan Kerajaan Gowa pada awal keruntuhan. Komoditi ekspor utama Makassar adalah beras, yang dapat ditukar dengan rempah-rempah di Maluku maupun barang-barang manufaktur asal Timur Tengah, India dan Cina di Nusantara Barat. Dari laporan Saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, diketahui bahwa peranan penting Saudagar Melayu dalam perdagangannya yang berdasarkan pertukaran surplus pertanian dengan barang-barang impor itu. Dengan menaklukkan kerajaan¬kerajaan kecil disekitarnya, yang pada umumnya berbasis agraris pula, maka Makassar meningkatkan produksi komoditi itu dengan berarti, bahkan, dalam menyerang kerajaan-kerajaan kecil tainnya, para ningrat Makassar bukan hanya menguasai kawasan pertanian lawan-tawannya itu, akan tetapi berusaha pula untuk membujuk dan memaksa para saudagar setempat agar berpindah ke Makassar, sehingga kegiatan perdagangan semakin terkonsentrasi di bandar niaga baru itu.

Dalam hanya seabad saja, Makassar menjadi salah satu kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang (dan dengan ini termasuk ke-20 kota terbesar dunia Pada zaman itu jumlah penduduk Amsterdam, kota terbesar musuh utamanya, Belanda, baru mencapai sekitar 60.000 orang) yang bersifat kosmopolitan dan multikultural. Perkembangan bandar Makasar yang demikian pesat itu, berkat hubungannya dengan perubahan¬-perubahan pada tatanan perdagangan internasional masa itu. Pusat utama jaringan perdagangan di Malaka, ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1511, demikian di Jawa Utara semakin berkurang mengikuti kekalahan armada lautnya di tangan Portugal dan pengkotak-kotakan dengan kerajaan Mataram. Bahkan ketika Malaka diambil-alih oleh Kompeni Dagang Belanda VOC pada tahun 1641, sekian banyak pedagang Portugis ikut berpindah ke Makassar.

Sampai pada pertengahan pertama abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaan-kerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulau-pulau lain di Maluku. Secara internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam Dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan¬-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Otoman di Timur Tengah.
Sampai pada pertengahan pertama abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaan-kerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulau-pulau lain di Maluku. Secara internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam Dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan¬-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Otoman di Timur Tengah
.

Hubungan Makassar dengan Dunia Islam diawali dengan kehadiran Abdul Ma'mur Khatib Tunggal atau Dato' Ri Bandang yang berasal dari Minangkabau Sumatera Barat yang tiba di Tallo (sekarang Makassar) pada bulan September 1605. Beliau mengislamkan Raja Gowa ke-XIV I¬MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelar SULTAN ALAUDDIN (memerintah 1593-1639), dan dengan Mangkubumi I- MALLINGKAANG DAENG.

MANYONRI KARAENG KATANGKA yang juga sebagai Raja Tallo. Kedua raja ini, yang mulai memeluk Agama Islam di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 9 Nopember 1607, tepatnya hari Jum’at, diadakanlah sembahyang Jum’at pertama di Mesjid Tallo dan dinyatakan secara resmi penduduk Kerajaan Gowa-Tallo tetah memeluk Agama Islam, pada waktu bersamaan pula, diadakan sembahyang Jum’at di Mesjid Mangallekana di Somba Opu. Tanggal inilah yang selanjutnya diperingati sebagai hari jadi kota Makassar sejak tahun 2000, yang sebelumnya hari jadi kota Makassar jatuh pada tanggal 1 April

Para ningrat Makassar dan rakyatnya dengan giat ikut dalam jaringan perdagangan internasional, dan interaksi dengan komunitas kota yang kosmopolitan itu me¬nyebabkan sebuah "creative renaissance" yang menjadikan Bandar Makassar salah satu pusat ilmu pengetahuan terdepan pada zamannya. Koleksi buku dan peta, sesuatu yang pada zaman itu masih langkah di Eropa, yang terkumpul di Makassar, konon merupakan salah satu perpustakaan ilmiah terbesar di dunia, dan para sultan tak segan-segan memesan barang-barang paling mutakhir dari seluruh pelosok bumi, termasuk bola dunia dan teropong terbesar pada waktunya, yang dipesan secara khusus dari Eropa. Ambisi para pemimpin Kerajaan Gowa-Tallo untuk semakin memper-luas wilayah kekuasaan serta persaingan Bandar Makassar dengan Kompeni Dagang Belanda VOC berakhir dengan perang paling dahsyat dan sengit yang pernah dijalankan Kompeni. Pasukan Bugis, Belanda dan sekutunya dari Ternate, Buton dan Maluku memerlukan tiga tahun operasi militer di seluruh kawasan Indonesia Timur. Baru pada tahun 1669, akhirnya dapat merata-tanahkan kota Makassar dan benteng terbesarnya, Somba Opu.

Bagi Sulawesi Selatan, kejatuhan Makassar di tangan federasi itu merupakan sebuah titik balik yang berarti Bandar Niaga Makassar menjadi wilayah kekuasaan VOC, dan beberapa pasal perjanjian perdamaian membatasi dengan ketat kegiatan pelayaran antar-pulau Gowa-Tallo dan sekutunya. Pelabuhan Makassar ditutup bagi pedagang asing, sehingga komunitas saudagar hijrah ke pelabuhan-pelabuhan lain.

Pada beberapa dekade pertama setelah pemusnahan kota dan bandar Makassar, penduduk yang tersisa membangun sebuah pemukiman baru di sebelah utara bekas Benteng Ujung Pandang; benteng pertahanan pinggir utara kota lama itu pada tahun 1673 ditata ulang oleh VOC sebagai pusat pertahanan dan pemerintahan dan diberi nama barunya Fort Rotterdam, dan 'kota baru' yang mulai tumbuh di sekelilingnya itu dinamakan 'Vlaardingen'. Pemukiman itu jauh lebih kecil daripada Kota Raya Makassar yang telah dihancurkan. Pada dekade pertama seusai perang, seluruh kawasan itu dihuni tidak lebih 2.000 jiwa; pada pertengahan abad ke-18 jumlah itu meningkat menjadi sekitar 5.000 orang, setengah di antaranya sebagai budak.

Selama dikuasai VOC, Makassar menjadi sebuah kota yang tertupakan. “Jan Kompeni” maupun para penjajah kolonial pada abad ke-19 itu tak mampu menaklukkan jazirah Sulawesi Selatan yang sampai awal abad ke-20 masih terdiri dari selusinan kerajaan kecil yang independen dari pemerintahan asing, bahkan sering harus mempertahankan diri terhadap serangan militer yang ditancurkan kerajaan-kerajaan itu. Maka, 'Kota Kompeni' itu hanya berfungsi sebagai pos pengamanan di jalur utara perdagangan rempah-rempah tanpa hinterland - bentuknya pun bukan 'bentuk kota', tetapi suatu aglomerasi kampung-kampung di pesisir pantai sekeliling Fort Rotterdam.

Pada awalnya, kegiatan perdagangan utama di beras Bandar Dunia ini adalah pemasaran budak serta menyuplai beras kepada kapal¬kapal VOC yang menukarkannya dengan rempah-rempah di Maluku. Pada tahun 30-an di abad ke-18, pelabuhan Makassar dibuka bagi kapal-kapal dagang Cina. Komoditi yang dicari para saudagar Tionghoa di Sulawesi, pada umumnya berupa hasil laut dan hutan seperti teripang, sisik penyu, kulit kerang, sarang burung dan kayu cendana, sehingga tidak dianggap sebagai langganan dan persaingan bagi monopoli jual-beli rempah-rempah dan kain yang didirikan VOC.

Sebaliknya, barang dagangan Cina, Terutama porselen dan kain sutera, dijual para saudagarnya dengan harga yang lebih murah di Makassar daripada yang bisa didapat oleh pedagang asing di Negeri Cina sendiri. Adanya pasaran baru itu, mendorong kembali aktivitas maritim penduduk kota dan kawasan Makassar. Terutama penduduk pulau-pulau di kawasan Spermonde mulai menspesialisasikan diri sebagai pencari teripang, komoditi utama yang dicari para pedagang Cina, dengan menjelajahi seluruh Kawasan Timur Nusantara untuk men¬carinya; bahkan, sejak pertengahan abad ke-18 para
nelayan-pelaut Sulawesi secara rutin berlayar hingga pantai utara Australia, di mana mereka tiga sampai empat bulan lamanya membuka puluhan lokasi pengolahan teripang. Sampai sekarang, hasil laut masih merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk pulau-pulau dalam wilayah Kota Makassar
.

Setelah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggantikan kompeni perdagangan VOC yang bangkrut pada akhir abad ke-18, Makassar dihidupkan kembali dengan menjadikannya sebagai pelabuhan bebas pada tahun 1846. Tahun-tahun berikutnya menyaksikan kenaikan volume perdagangan yang pesat, dan kota Makassar berkembang dari sebuah pelabuhan backwater menjadi kembali suatu bandar internasional.

Setelah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggantikan kompeni perdagangan VOC yang bangkrut pada akhir abad ke-18, Makassar dihidupkan kembali dengan menjadikannya sebagai pelabuhan bebas pada tahun 1846. Tahun-tahun berikutnya menyaksikan kenaikan volume perdagangan yang pesat, dan kota Makassar berkembang dari sebuah pelabuhan backwater menjadi kembali suatu bandar internasional.

Dengan semakin berputarnya roda perekonornian Makassar, jumlah penduduknya meningkat dari sekitar 15.000 penduduk pada pertengahan abad ke-19 menjadi kurang lebih 30.000 jiwa pada awal abad berikutnya. Makassar abad ke-19 itu dijuluki "kota kecil terindah di seluruh Hindia-Belanda" (Joseph Conrad, seorang penulis Inggris-Potandia terkenal),dan menjadi salah satu port of call utama bagi baik para pelaut-pedagang Eropa, India dan Arab dalam pemburuan hasil-hasil hutan yang amat laku di pasaran dunia maupun perahu-perahu pribumi yang beroperasi di antara Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Pada awal abad ke-20, Belanda akhirnya menaklukkan daerah¬daerah independen di Sulawesi, Makassar dijadikan sebagai pusat pemerintahan kolonial Indonesia Timur. Tiga-setengah dasawarsa Neerlandica, kedamaian di bawah pemerintahan kolonial itu adalah masa tanpa perang paling lama yang pernah dialami Sulawesi Selatan, dan sebagai akibat ekonominya berkembang dengan pesat. Penduduk Makassar dalam kurun waktu itu meningkat sebanyak tiga kali lipat, dan wilayah kota diperluas ke semua penjuru. Dideklarasikan sebagai Kota Madya pada tahun 1906, Makassar tahun 1920-an adalah kota besar kedua di luar Jawa yang membanggakan dirinya dengan sembilan perwakilan asing, sederetan panjang toko di tengah kota yang menjual barang-barang mutakhir dari seluruh dunia dan kehidupan sosial-budaya yang dinamis dan kosmopolitan.

Perang Dunia Kedua dan pendirian Republik Indo¬nesia sekali lagi mengubah wajah Makassar. Hengkangnya sebagian besar warga asingnya pada tahun 1949 dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada akhir tahun 1950-an menjadi¬kannya kembali sebuah kota provinsi. Bahkan, sifat asli Makassar-pun semakin menghilang dengan kedatangan warga baru dari daerah-daerah pedalaman yang berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan akibat berbagai pergolakan pasca¬ revolusi. Antara tahun 1930-an sampai tahun 1961 jumlah penduduk meningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang, lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman pada tahun 1971. Baru pada tahun 1999 kota ini dinamakan kembali Makassar, tepatnya 13 Oktober berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Kota Makassar dan sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah luas wilayah bertambah kurang lebih 4 mil kearah laut 10.000 Ha, menjadi 27.577Ha.


source : bz69elzam.blogspot.com

Thursday, January 15, 2009

Batu Bolong Temple


Active ImageBatu Bolong Temple is located on the one of "Njung" in Sagara Kidul Tanah Lot, about 100 meters in the west side of Enjung Galuh Temple, to be exact at Enjung Batu Bolong, "Njung" which is the rock that stick out in to the sea was hollow (bolong). Hollow form of this Njung, like crescent, so that this temple named Batu Bolong Temple. So that if we take the picture from Enjung Galuh area, representing uniquely panorama with splashing wave which often collide with wave which return from coastal edge.

And the most uniquely is, splashing wave from west side of Njung Batu Bolong with wave that come from east side of Njung Batu Bolong, so that become amazing panorama which will not forgetting and overcome by fotografer and visitor. More, if we can combine height of wave, as according with calculation of incoming wave from middle of the ocean, will become special picture and best result for visitor.

Batu Bolong Temple was built to pray God for holiness. Enjung Batu Bolong area is a place that always used to held Melasti Ceremony and Pakelem Ceremony, where the meaning of both Ceremonies is to purify the world. Priest (pemangku) for Batu Bolong Temple is Jro Mangku Sena. The Ceremony of Batu Bolong Temple is every Rabu (Wednesday) Wage, Wara Langkir according to the Balinese calendar.


source : TanaLot.net

Unique Entertainment from Tabanan : Okokan

 Okokan is one of unique entertainment art from Tabanan regency. Now okokan become one of entertainment art which most perform in every event in Tabanan. This entertainment very unique, because the music instrument which used is not general music instrument which used by Balinese to accompanying a ceremony or Bali dance, but this music instrument is used by cow breeder to call up and instructing his livestock. This music instrument also hanged on the cow’s neck by its breeder to knowing where the cow is.

By move bowing or when dissipating a mosquito from its body, this music instrument will move and generating sound. Which demand of entertainment that more innovative, so this music instrument can be used as an entertainment as Baleganjur music. The loud sound and reverberating which released from this music instrument, is accompanied to uniform a motion of its player become separate fascination.

source : tanahlot.net

Wednesday, January 14, 2009

Special in Rambu Solo

 
         The peak of the ceremony with Rambu Solo called Rante ceremonies conducted in a "special field." Rante In this ceremony, there are several series of rituals that always attract visitors, such as packing the corpse (ma'tudan, mebalun), placing ornaments of gold and silver thread on the chest (ma'roto), the decline remains to be buried to the barn ( ma'popengkalo beam), and the process of transporting remains to the last health (ma'palao).
         In addition, there are different cultures that be, including: compete buffalo (mappasilaga tedong), buffalo to be sacrificed compete before  cut and compete foot (sisemba). In the ceremony also be some music, such as pa'pompang, pa'dali-Dali and unnosong; and some dances, such as pa'badong, pa'dondi, pa'randing, pa'katia, pa'papangngan and passailo.
        Interestingly, the buffalo slaughtered in a way that is very unique and is a characteristic of society Tana Toraja, the buffalo cut neck with just one swing. Type of cut buffalo are not common, but the buffalo-killer (tedong bonga) that the price ranges between 10-50 million a buffalo. In addition, there is also a very startling scene, the convoy when the guests who were to accompany remains Puya, from a distance looked like a long red cloth scarf giant extends in front of it.

Rambu Solo

            Rambu Solo  ceremony is customary death Tana Toraja community that aims to respect the spirit and the people who deliver death to the spirit, that is back to the eternity with their ancestors in a health resort, called Puya, located in the south where people live. The ceremony is often also called the completion ceremony of death. Therefore it is said, because the new people who died is considered truly dead after all this ceremonial procession fulfilled. If not, then the person who died is only considered as the "sick" or "weak", and he still treated as living people, means recline on bed and were given food and water dishes, even the talk.

            Therefore, the local community considers the ceremony is very important, because this perfection ceremony will determine the position of the spirit is dead, as if the spirit that is still left behind(bombo), the soul reaches the level of the gods (to membali puang), or become a patron deity ( deata). In this context, the ritual Rambu Solo become a "Obligation", so that in any way Tana Toraja community will make it as a form of submission to their parents who died.

            Rousing of Rambu Solo  ceremony is determined by social status of the family who died, measured by the number of animals sacrificed. The more buffalo crop, the higher social status. Typically, for the noble family, which cut the number of buffalo in the range of 24-100 head, while the middle range of 8 buffalo tails added 50 pigs.    

             Reviously, the ceremony is only able to be carried out by the noble family. However, in line with the development of economic, social level is no longer based on descent or position, but based on the level of education and economic . Currently, many people from the Toraja people of normal social level to become rich, so it is able to hold this ceremony.

Londe

       Poetize and figure  games with words and expressions developed well with the development of culture and language Toraja. Toraja his lyric-poetic verse this londe.

       Londe was the manner of thinking and feeling about something or the purpose. The contents can be advice, opinion, expression of feelings, to the jokes.

      Absence of any posts made londe culture is very limited as the oral tradition inherited down the generations since the beginning of its development.

example of Londe : 

londe allo totemo
londe today

apara ballota tau
ullolangngi te lino
petawa mammi
lako tutunna lalan 

alla'ko kakita-kita
lako kalosi pare
mande' rampona
tang diteka' mangura 


Alla'ko kagereng-gereng
lako manuk undara
tang nabengan pa indo'na
lamu umbu' mangura 


kengku bua-bua teda'
kengku ta'bi lelupang
umbai inang la la'ka' na'
dio randan dodomu


Karrume

Karrume is a game to guess the words in the language Toraja. The material can be anything that a part of life Toraja. One incident, equipment, processes, animals, plants, to conduct a person can be taken karrume topic. This topic is described in the style and language so that the parable into something interesting for to guess. Karrume challenge and sharpen creativity, familiar and cheers.

example of Karrume :

"Dolo pi'pik undi pi'pik, tangngana kasoe-soe"

respon :

"tedong (Buffalo)"

Tana Toraja is Beautiful

 
       Tana Toraja has a natural and cultural glamor. Not surprisingly, districts in South Sulawesi that many tourists visit. In addition to panoramic mountain and rice field, sculpture decorate the house into traditional spectacle that captivate.

       I wonder, is the ancestral human Toraja people who come from Nirwana. According to the myth that up to now believed to remain in the community Toraja, the ancestor of their first use the "ladder of heaven" or the person referred to in Toraja "Eran di Langi' "to come down from Nirwana.
      The name initially given by the Toraja ethnic  Bugis Sidendreng and Bugis Luwu. People call Sidendreng population of this area as "To Riaja", which means "those who dwell in the land, or on the mountain." Indeed, Tana Toraja regency located approximately 300-600 meters above sea level. To call this person Luwu "Riajang" which means "he who dwells in the west."
      Another version, the word comes from the Toraja Tau = (people), Maraya = great person, noble. Tana said means the country, so that the settlement with the tribe known Toraja Tana Toraja.



Tuesday, January 6, 2009

Priceless moment, learn painting Batik in Yogyakarta

Yogyakarta is one of the best place to visit if you travelling to Indonesia. Enjoyed Javanese culture, was the beautiful experience that will be felt by you. Visiting Yogyakarta will not complete if you don’t learn painting hand-made Batik. Here, you may not just enjoy the marvelous batik artwork, but you have the opportunity to learn the technique of its production.

Batik patterns you can learn involve hand-made batik (batik tulis), printed batik (batik cap) and painted batik (batik lukis). Each place usually has its special batik pattern to teach. For one day course, you will learn all processes of batik making that generally consist of pattern making, cloth coloring, wax dying and drying.
the tool’s for creating Batik Tulis, canting and melted wax
batik tulis
the tool’s for creating Batik Cap, batik stamp
batik cap
batik lukis

Batik courses in Yogyakarta provide professional instructors to make you competent even though with short course only. Some places also have instructors speaking foreign languages, especially English, to ease you understand the lesson.

One of the places providing batik course is Sanggar Kalpika in Kampung Taman, at the west of Tamansari. There, you can learn painted batik. If you prefer to learn hand-made and printed batik, Balai Batik is the right place. The institution that is located on Jalan Kusumanegara provides special staff and room for you to learn batik. The cost ranges from Rp.250,000 to Rp.1,500,000 based on the course types.

In addition to learning batik, you can also enjoy the activity and the works of batik artisans in Kampung Taman that 30 years ago has been developing painted batik. You can also see various batik styles exhibited in Balai Batik.


source : amazing indonesia.net







A portrait Kangean island (the island begisar)

create by : edos

Not many people know this pualu, a place that is located far east is a limit or Maduranese eastern islands. No information about the falid ready for the first discoverer of this island, there is a mengatakn this place inhabited by a runaway PKI-resistant escape the disandarkan with the descendants of those who question the place where there is a certain fact that the island is found by the fishermen who come from areas such as the South Makassar this is reinforced by the findings of the places that dominate the coastal areas with suki buginese, and Bajo.
The island is actually less interesting missionary island of Bali that can fascinate many visitors, other than the place of sandy white suit, plus a coconut tree in each mengeilingi coastline gives the impression of natural beauty that is extraordinary. In that surround the sea gave Results abundant fish, such as fish options at safety in the hamlet nyaplongondung village pabian is the result of the sea in the north while the southern part of many of the mangrove forest can produce larva and benur nature. Daratann natural beauty that can also diterawang elegant way to climb gunong Patapan actually is a hill, but by the community more familiar with the term mountain. From a height of less than 300m from the sea surface will not hills around the island. The beauty of the cave tour of the famous caves are reportedly koning perhaps for every person who would enter the tool that can wipe made of stone and will mengahasilkan gong sounds like a reverb, the color of the cave is also visible aga'menguning, gau walls will terliahat paintings from the natural stone , and biantang image and the image that resembles a person. Unlike with Gu petteng located in the western koning cave that is about 5 km towards the west. This cave is considered by society as a cave temapta be imprisoned people, many of the stories circulating in the community that disisni also temapt escape the thief of livestock that will be carried out with perahau Kangean island because this cave near the northern coastal Kangean.
As a very unique and makes it quotation that the island is the island begisar where the chicken came from here begisar have the bersal tuneful voice, it has also been listed in the dictionary enksilopedi Indonesia. Begisar chicken is beautiful because it merupakanhasil perkawiman with the chicken cross the forest naturally. Many people outside the island Kangean the search and chase a chicken so that this now leur secusa its' difficult to find. Aside from the lack of public awareness of this rare, so pelestariannya not kept. Talar Kangean is the type of rice that has high and very tasty. Rice used this type of many farmers planted Kangean and the planting of haisl the many islands outside the Community Kangean interested, and they make it as the typical Kangean. Begisar same as the existence of rice talar Kangean very difficult to find after the switch to the super rice species ...

source : tour of indonesian online

PAESNA BU'BU'

create by : edos

The word "Paesna bu'bu '?" Is the name of a food in the Kangean island, somehow typical of this food Kangean or not, that clearly this food taste good and, of course, because food is cheap price teradisional gala, of course, do not use the preservative . for the content of nutrient value there are no research that can be disclosed ..

source : tour of indonesia online

Raja Ampat - Papua, the lost paradise

If you had watched The Beach movie starring Leonardo Di Caprio, you will find the same impression when visiting Raja Ampat. The lost paradise deserved to be named for this place because in fact Indonesians personally often didnt know about this place. The beautiful coast, white sand and underwater scenery that were beautiful became the attraction of Raja Ampat.
The Raja Ampat, or “Four Kings,” archipelago encompasses more than 9.8 million acres of land and sea off the northwestern tip of Indonesia’s West Papua Province. Located in the Coral Triangle, the heart of the world’s coral reef biodiversity, the seas around Raja Ampat possibly hold the richest variety of species in the world.

The area’s massive coral colonies show that its reefs are resistant to threats like coral bleaching and disease —threats that now jeopardize the survival of corals around the world. In addition, Raja Ampat’s strong ocean currents sweep coral larvae across the Indian and Pacific Oceans to replenish other reef ecosystems. Raja Ampat’s coral diversity, resilience to threats, and ability to replenish reefs make it a global priority for marine protection.
Many international underwater photographers captured the attraction of sea Raja Ampat. Moreover there are those that came repeatedly and made the book special about beauty of the coral reef and this biota of region sea. Last mid 2006, the special team from the foremost scientific adventure magazine the world, National Geographic, made coverage in Raja Ampat that will become the main report in 2007.

The trip to Raja Ampat was expensive enough, you must prepare around 15k-30k USD /person. From Jakarta you would transit in Menado, afterwards it was continued to Sorong, will take up time around 6 hours. From Sorong the trip was continued by leasing the ship boat or yacht. In Raja Ampat you could choose sleep above yacht or at the resort, both are expensive enough.

source : amazing indonesia.net

TOURISM OF WAKATOBI THE BEAUTIFUL NATURAL PANORAMA SEA BOTTOM


If the City of Bukittinggi (West Sumatra) can be popular because of the beautiful natural panorama and cooling tube, Bali is known as the diversity of their unique customs and culture of art, the Wakatobi (in Southeast Sulawesi) also did not want to lose.

"We want the area known as a tourist under the sea. We say honest, our region is far more interesting than the Caribbean. Regional we even call it-is often referred to many foreign tourists as a tourist area under the sea's most interesting in the world," said Regent Wakatobi Ir Hugua in the presentation of the tourism object Wakatobi, in the meeting room of Directorate General of Tourism destinations Depbudpar, Jakarta, Tuesday.

Listen to participate in the discussion Wakatobi Regent destinations other than the Director General of Tourism Development Depbudpar Firmansyah Rahim and Marketing Director General of Tourism Sapta Nirwandar, also Secretary General of Depbudpar Wardiyatmo and a number of journalists.

According Hugua, the development of regional tourism Wakatobi as natural under the sea at this time increasingly brisk. Community support for maintaining the potential of marine also continue to improve. Evidence is the reduction in the use bombs to take the sea fish. Society does not realize the depth charge only damage the marine biota, which is the secret charm of nature under the sea Wakatobi, but also potential users off the bomb that fishermen.

"Support the Wakatobi Islands at this time are also with the appering home industry which not only sell food and drink fresh, but also provide lodging and souvenirs, lodging at the price cheap," said Regent again.

Meanwhile, the District of Wakatobi itself on the side of the budget continues to increase promotion of tourism Wakatobi, also integrated the financing so that all potential Wakatobi time later on the icon of tourism can be a charming Indonesia. "In fact, in the near future, we will have two airports that can be used by foreign tourists to come to Wakatobi," said Hugua.

Airport investor who built the first Swiss origin a few years ago. Then the airport will be inaugurated in the near future use Pemkab Wakatobi built, located in the Islands Wanci.

With two of the airport, will be Wakatobi more often visited and Wisman wisnus from various places. The tourists came to this area want to see the main attractions in the bottom of the sea on the islands in the area of nautical tourism Wakatobi.

Enchantment of nature under the sea-called Wakatobi Wisman a lot of European origin and the United States in the world's most interesting because, among other forms of coral and marine ornamental fish species which has far more diverse and unique. So that the beauty beneath the sea Wakatobi always be a variety of Indonesian and foreign journalists, each year the race Wakatobi photo below sea level with the world the gift of thousands of dollars the United States (U.S.).

For image-level international competitions in 2008, followed by 65 participants from 9 countries, according to jury chairman Michael AW from Singapore and Makarios Soekojo from Indonesia, the winner reached 13 people. Winner of the main category for Best of Show is Hermawan Wong, a gift to reach 4 thousand U.S. dollars. Winners of the second, Michael Sukri, reach 3000 U.S. dollars and the third winner, Sofi Sugiarto, to reach 2,000 U.S. dollars prize

source : suara karya online

Cave of the Yellow

created by : edos

This cave is located on the north coast village kalikatak. In this light in the cave menderang seems not cave so by the local community in a cave yellow. In the cave, there is a stone shaped like a stack of rice, people who are giving birth, about langgar place and so forth. Meanwhile, by the people who are still primitive cave is considered sacred, so they make a goat or a cow slaughtered and cooked in there. They intend, according to the desire of each. Even if the watch pictures or stones in the cave is only ektalastik studios.

source : tour of indonesian online